Tentang Aku yang Enggan Memilih

Baru saja selesai menonton Perahu Kertas, setelah sekian lama menyelesaikan bukunya. Terlepas dari bagus atau tidaknya film ini, ada satu bagian yang cukup dilematis namun selalu jadi pilihan yang rumit, mungkin bagi kebanyakan orang. Antara masa lalu dan masa kini. Pertarungan antara keduanya untuk menjadi masa depan.

Menurutku, tak ada yang lebih melelahkan selain memendam perasaan untuk tahun-tahun yang lama. Bagaimana kita cukup menikmati momen demi momen menyukai seseorang tanpa perlu mengatakannya. Tulus, namun beresiko. Pilihan yang aman, namun sarat ketidakpastian.

Lalu seiring berjalannya waktu, perlahan-perlahan kita mulai lupa akan perasaan itu. Bertemu dengan lebih banyak orang, membuat kenangan-kenangan baru bersama mereka. Dan di antara ‘banyak orang’ itu, ada satu orang yang berbeda yang membuat kita lalu menjatuhkan pilihan padanya. Siap untuk melanjutkan perjalanan di masa depan. Sekilas, segala sesuatunya terlihat baik-baik saja dan masa lalu semakin terkubur dalam waktu.

Namun, menurutku, tak ada yang lebih menyebalkan selain kedatangan seseorang dari masa lalu itu. Yang harusnya sudah terkubur dalam waktu. Yang ternyata kembali lagi dan sedetik kedatangannya mampu membangkitkan lagi segala cerita lama yang harusnya telah menjadi kenangan. 

Mungkin, kejadian ini tidak akan terjadi jika yang bertemu adalah sepasang ‘mantan’ kekasih. Bagi mereka, segala sesuatunya telah dimulai, kemudian berakhir. Ada ucapan perpisahan, sebagai bentuk perjanjian bahwa yang terjadi beberapa waktu belakangan cukup berhenti sampai di sini.

Namun formula itu tidak bisa digunakan untuk kejadian ini. Bagi mereka yang memendam perasaan, segala sesuatunya belum dimulai jadi sama sekali tidak ada akhir.

Yang berhenti hanyalah intensitas pertemuan kita, sementara perasaan itu masih tetap berada di sana. Dan kedatangan seseorang dari masa lalu itu membuat kita sadar akan beberapa hal.

Bahwa kita mungkin melupakan, namun tidak sepenuhnya lupa. Bahwa terkadang, alam bawah sadar kita masih ingin mengingatnya lalu menyalurkannya lewat mimpi-mimpi yang kita lupakan saat terjaga.

Bahwa kita mungkin telah melepaskan, namun tidak sepenuhnya terlepas. Bahwa masih ada benang-benang kenangan yang menghubungkan kita yang sekarang dengan segala kejadian masa lalu bersamanya.

Bahwa kita mungkin telah mengikhlaskan, namun tidak sepenuhnya ikhlas. Bahwa terkadang, masih ada terbersit harapan akan jawaban dari pertanyaan yang belum sempat terlontarkan. Tentang perasaannya, tentang penantian kita.

Lalu, bagaimana bila akhirnya ia kembali dan membawa segala kenangan dan jawaban akan pertanyaan di masa lalu itu?

Sebenarnya, hanya ada dua pilihan. Pertama, kita kembali pada ia dari masa lalu, dan meninggalkan ia dari masa sekarang, untuk balas dendam akan segala kesempatan yang terlewatkan begitu saja di masa lalu. Persis seperti ending film ini atau film Cintapuccino yang punya dilematis serupa.

Atau, kita tetap bertahan dengan ia dari masa sekarang, dan membiarkan ia dari masa lalu menyesal, sebagai bentuk hukuman atas segala keterlambatannya. Melupakan segala perasaan yang ada dan semakin menguburnya lebih dalam lagi meskipun kita tahu, sampai kapan pun perasaan itu tidak akan hilang. Seperti ending film Architecture 101 yang menurutku tetap happy ending.

Namun tetap saja, bagiku ini adalah sesuatu yang rumit.
Aku sering membayangkan bagaimana bila nanti, ketika akhirnya aku bertemu dengan orang baru dan membuat kenangan baru bersamanya, kau datang dengan segala cerita kita. Namun sesungguhnya, hingga detik ini aku belum menemukan jawaban.

Mungkin ini juga alasanku tetap bertahan dalam sendiri. Membentengi hatiku untuk tidak bisa dimasuki siapa pun, takut kalau-kalau suatu hari kau kembali dan kehilangan tempatmu.  

Aku sengaja tidak ingin mengambil resiko dan sedari awal memilih untuk menghindari pilihan. Sebuah pilihan yang aman.

Aku tidak ingin bersama orang baru hanya untuk melupakanmu. Aku tidak ingin saat aku bersama orang baru aku masih mengingatmu dan sesekali melihat bayanganmu dalam dirinya. Aku tidak ingin saat aku bersama orang baru sepenggal kenangan kita muncul dalam kisah baru yang kami rajut. Aku ingin saat aku bersama orang baru, aku adalah sosok yang baru juga tanpa ada dirimu.

Hanya saja, perlu proses yang sangat panjang untuk menjadi sosok yang baru itu. Aku mengenalmu lebih dari seperempat umurku, hingga bagaimana pun juga aku telah terbiasa bersamamu. Terbiasa saat kau dekat, maupun saat kau jauh. Dan aku masih menikmati detik demi detik mengenangmu.

Aku tidak tahu bagaimana nanti, yang jelas untuk saat ini, aku lebih memilih hidup bertahan dengan segala kenangan bersamamu. Aku sama sekali belum terpikir untuk menghadirkan orang baru dalam hidupku.

Jika nanti pada akhirnya kau tidak kembali, itu lain cerita. Aku tidak perlu berencana atau bersiap-siap dari sekarang. Biarlah itu urusan nanti.

3:57 pm
-040113-




Komentar

Posting Komentar