Love Sick


Ia tak ubahnya seperti virus penyakit berbahaya yang aku biarkan tumbuh dan berkembang dalam tubuhku. Aku membiarkan ia menggerogoti setiap sel-sel darahku, merusak ruas-ruas nadiku, dan menghancurkan saraf-saraf otakku. Aku membiarkan virus itu menyebar dengan cepat hingga penyakit itu menjadi kronis, bahkan mencapai stadium akhir.
 Aku tau, ia adalah penyakit yang tak pernah ada obatnya, mungkin belum ada. Aku harus menahan rasa sakit yang teramat sangat setiap kali ia datang. Dan itu berkali-kali. Semakin hari, intensitasnya semakin sering. Bahkan acap kali aku ingin berteriak saking sakitnya. Namun aku tetap menikmatinya.  
Aku bahkan tak berusaha mencari penawar rasa sakitnya untuk sementara. Aku menyerahkan sepenuhnya hidupku pada penyakit itu, sehingga semua sendi hidupku diatur olehnya. Ia mengatur bagaimana aku berjalan, apa saja yang boleh aku makan, apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan, pantangan-pantangan, semuanya.
Praktisnya, ia membuat hidupku susah luar dalam. Namun, sekali lagi, aku menikmatinya. Sepertinya aku terlanjur jatuh cinta pada virus itu, hingga lebih memilih ia ada daripada dilenyapkan. Sesuatu yang aneh, namun nyata. Bagaimana mungkin kau mempertahankan sesuatu yang jelas-jelas lebih banyak membuatmu menderita dan kesakitan luar biasa.
 
Seperti itulah yang terjadi padanya. Kini, ia lebih sering membuatku menangis dan bersedih. Apa pun yang ia lakukan bahkan. Semua membuatku menderita, dan kesusahan. Namun aku tetap menikmatinya, dan tak kunjung berhenti.                  Bahkan tak berniat berhenti. Aku tau aku bodoh, namun ini adalah sesuatu yang luar biasa bagiku. Bertahan di antara rasa sakit yang amat sangat membuatku menjadi lebih kuat menghadapi kenyataan. 
Aku memang telah terlanjur jatuh cinta padanya, hingga memilih ia ada daripada dilupakan. Berusaha melupakannya, dan tidak memikirkannya sama sekali jauh lebih menyakitkan daripada menikmati kehadirannya meskipun selalu membuatku terluka.
Aku selalu tau aku akan sakit hati namun aku selalu menguntit media sosialnya. Aku tau aku akan terluka karena takkan mendapat jawaban seperti yang diharapkan, namun aku selalu mengirimkan pesan pendek padanya. Aku tau aku akan menangis namun aku selalu bersedia untuk bertemu dan mendengar ceritanya. Aku selalu tau, namun aku selalu menghindar. Aku selalu memilih hidup dalam bayangan dan angan-angan, karena aku selalu tau kenyataannya lebih menyakitkan. Walaupun pada akhirnya akan sama saja, namun setidaknya aku telah mencoba.
Layaknya penyakit kronis yang kau derita, semakin lama ia bertengger dalam tubuhmu, semakin lama pula ia berkenalan dengan seluruh organ tubuhmu, semakin kau merasakan kehadirannya, semakin kau bersahabat dengannya, maka semakin terbiasa pula kau dengan kehadirannya.
Begitu pun ia. Semakin lama ia hadir dalam hidupku, semakin lama aku berkenalan dengan dirinya, semakin aku merasakan kehadirannya, semakin aku bersahabat dengannya, maka semakin terbiasa pula aku dengan setiap pesakitan yang ia tinggalkan.
Sebenarnya, ia tak bermaksud demikian. Ia tak bermaksud menyakiti. Seperti penyakit itu. Ia hanyalah bentuk lain yang masuk ke tubuhmu, dengan cara yang tak biasa, suatu sistem yang berjalan tak seperti biasa, dan tubuhmu tak terbiasa dengan kehadirannya hingga menerimanya dengan cara yang berbeda.  Akhirnya menimbulkan rasa sakit.
Ia tak pernah berniat untuk menyakiti. Ia hanya melakukan segala sesuatu sesuai keinginannya, mengikuti alur yang telah dibentuk oleh pikirannya. Hanya saja, apa yang ia lakukan tak sesuai dengan pikiranku, dengan apa yang aku harapkan, dan hati serta pikiranku aku tak terbiasa dengan semua itu hingga menerimanya dengan pandangan yang lain. Akhirnya menimbulkan rasa sakit.
Begitulah, semua kembali padaku. Aku yang terlalu aneh melakoni ini semua. Namun, hingga detik ini aku tak tau bagaimana caranya berhenti, dan sembuh total.

-150712-
2:34 am
(It’s totally hurt me,!!)

Komentar