Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2012

Kau, Aku, dan Perjalanan Ini

Aku ingat masa awal kita menapak Langkahmu yang besar membalutku dengan kesulitan untuk mengikuti Namun kau selalu setia, Membiarkan tempo langkahmu senada denganku Seperti itulah kita berjalan Riang, tenang, dan menyenangkan Alunan hangat genggaman tanganmu menjalar di sekujur tubuhku Membekaskan semu merah pada pipiku yang malu.. Lalu perlahan,saat perjalanan ini semakin jauh Dan ujung tak jua manampakkan tanda-tanda akhirnya Kau mulai lelah dan mukamu memerah pertanda marah Jengah dengan langkahku yang terasa lemah Lalu aku hanya mampu tertunduk bersalah Sementara kau hanya mendengus dan lanjut berjalan Dengan langkahmu yang besar, Tak lagi menoleh ke belakang, Tak peduli padaku yang merintih dan tertatih-tatih mengikuti jalanmu Semakin aku mendekat kau selalu punya celah untuk menjauh Hingga aku sampai pada batas wajar kuatku Aku berhenti, sekadar untuk mengambil nafas Dan saat aku mendongak, siluetmu hilang di tengah alang-al

Love Sick

Ia tak ubahnya seperti virus penyakit berbahaya yang aku biarkan tumbuh dan berkembang dalam tubuhku. Aku membiarkan ia menggerogoti setiap sel-sel darahku, merusak ruas-ruas nadiku, dan menghancurkan saraf-saraf otakku. Aku membiarkan virus itu menyebar dengan cepat hingga penyakit itu menjadi kronis, bahkan mencapai stadium akhir.   Aku tau, ia adalah penyakit yang tak pernah ada obatnya, mungkin belum ada. Aku harus menahan rasa sakit yang teramat sangat setiap kali ia datang. Dan itu berkali-kali. Semakin hari, intensitasnya semakin sering. Bahkan acap kali aku ingin berteriak saking sakitnya. Namun aku tetap menikmatinya.   Aku bahkan tak berusaha mencari penawar rasa sakitnya untuk sementara. Aku menyerahkan sepenuhnya hidupku pada penyakit itu, sehingga semua sendi hidupku diatur olehnya. Ia mengatur bagaimana aku berjalan, apa saja yang boleh aku makan, apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan, pantangan-pantangan, semuanya. Praktisnya, ia membuat hidupku susah lu

Kisah Aku, si Penguntit..

Aku hanya mampu menatap nanar barisan demi barisan percakapan yang ia lakukan. Percakapan itu terasa mengalir dan sangat akrab. Lagi-lagi dengan seorang gadis. Seumuran dia. Baru kenal. Kira-kira seperti itulah info yang bisa aku dapatkan. Lalu, segenap sel-sel di otakku langsung bersinergi dengan kemelut hatiku. Aku langsung menjadi uring-uringan. Kepalaku pusing, dan bibirku seperti ditarik amat keras hingga melengkung ke bawah. Pikiranku kacau dan tidak tau lagi harus berbuat apa, selain meneruskan melihat pertunjukkan tak mengenakkan itu. Padahal itu bukan yang pertama. Terlalu sering malah. Dengan gadis-gadis yang berbeda, dan dengan percakapan yang berbeda pula. Namun aku tak pernah bisa bersikap wajar. Semua selalu mendapat reaksi yang sama. Aku lelah, namun aku tak pernah bisa berhenti. Aku tak ingat lagi kapan pertama kali aku melakoni pekerjaan sebagai seorang penguntit. Lebih tepatnya, penguntit media sosial yang ia punya. Semuanya. Setiap hari. Aku selalu rajin