Love Sick
Ia tak ubahnya seperti virus
penyakit berbahaya yang aku biarkan tumbuh dan berkembang dalam tubuhku. Aku
membiarkan ia menggerogoti setiap sel-sel darahku, merusak ruas-ruas nadiku,
dan menghancurkan saraf-saraf otakku. Aku membiarkan virus itu menyebar dengan
cepat hingga penyakit itu menjadi kronis, bahkan mencapai stadium akhir.
Aku tau, ia adalah penyakit yang tak pernah
ada obatnya, mungkin belum ada. Aku harus menahan rasa sakit yang teramat
sangat setiap kali ia datang. Dan itu berkali-kali. Semakin hari, intensitasnya
semakin sering. Bahkan acap kali aku ingin berteriak saking sakitnya. Namun aku
tetap menikmatinya.
Aku bahkan tak berusaha mencari
penawar rasa sakitnya untuk sementara. Aku menyerahkan sepenuhnya hidupku pada
penyakit itu, sehingga semua sendi hidupku diatur olehnya. Ia mengatur
bagaimana aku berjalan, apa saja yang boleh aku makan, apa yang boleh dan tidak
boleh aku lakukan, pantangan-pantangan, semuanya.
Praktisnya, ia membuat hidupku
susah luar dalam. Namun, sekali lagi, aku menikmatinya. Sepertinya aku
terlanjur jatuh cinta pada virus itu, hingga lebih memilih ia ada daripada
dilenyapkan. Sesuatu yang aneh, namun nyata. Bagaimana mungkin kau
mempertahankan sesuatu yang jelas-jelas lebih banyak membuatmu menderita dan
kesakitan luar biasa.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhma4Rt_RO1hqMEW7FARzZJrKJbksglYbfuGobtBcSX0PKYsgDHeb4qjZYdvCVX2oKzu5_Xz4rNux_e8ljz00fw-R6I6tMYUr4pm1lbQKjKXONzqCqgtME1PdVsvHYNjFzy087-sSh6MSQ/s320/sickgirl.jpg)
Aku memang telah terlanjur jatuh
cinta padanya, hingga memilih ia ada daripada dilupakan. Berusaha melupakannya,
dan tidak memikirkannya sama sekali jauh lebih menyakitkan daripada menikmati
kehadirannya meskipun selalu membuatku terluka.
Aku selalu tau aku akan sakit
hati namun aku selalu menguntit media sosialnya. Aku tau aku akan terluka
karena takkan mendapat jawaban seperti yang diharapkan, namun aku selalu
mengirimkan pesan pendek padanya. Aku tau aku akan menangis namun aku selalu
bersedia untuk bertemu dan mendengar ceritanya. Aku selalu tau, namun aku
selalu menghindar. Aku selalu memilih hidup dalam bayangan dan angan-angan,
karena aku selalu tau kenyataannya lebih menyakitkan. Walaupun pada akhirnya
akan sama saja, namun setidaknya aku telah mencoba.
Layaknya penyakit kronis yang kau
derita, semakin lama ia bertengger dalam tubuhmu, semakin lama pula ia
berkenalan dengan seluruh organ tubuhmu, semakin kau merasakan kehadirannya,
semakin kau bersahabat dengannya, maka semakin terbiasa pula kau dengan
kehadirannya.
Begitu pun ia. Semakin lama ia
hadir dalam hidupku, semakin lama aku berkenalan dengan dirinya, semakin aku
merasakan kehadirannya, semakin aku bersahabat dengannya, maka semakin terbiasa
pula aku dengan setiap pesakitan yang ia tinggalkan.
Sebenarnya, ia tak bermaksud
demikian. Ia tak bermaksud menyakiti. Seperti penyakit itu. Ia hanyalah bentuk
lain yang masuk ke tubuhmu, dengan cara yang tak biasa, suatu sistem yang
berjalan tak seperti biasa, dan tubuhmu tak terbiasa dengan kehadirannya hingga
menerimanya dengan cara yang berbeda.
Akhirnya menimbulkan rasa sakit.
Ia tak pernah berniat untuk
menyakiti. Ia hanya melakukan segala sesuatu sesuai keinginannya, mengikuti
alur yang telah dibentuk oleh pikirannya. Hanya saja, apa yang ia lakukan tak
sesuai dengan pikiranku, dengan apa yang aku harapkan, dan hati serta pikiranku
aku tak terbiasa dengan semua itu hingga menerimanya dengan pandangan yang
lain. Akhirnya menimbulkan rasa sakit.
Begitulah, semua kembali padaku.
Aku yang terlalu aneh melakoni ini semua. Namun, hingga detik ini aku tak tau
bagaimana caranya berhenti, dan sembuh total.
-150712-
2:34 am
(It’s totally hurt me,!!)
Komentar
Posting Komentar