Hari-Hari (Kembali) Menjadi Pengangguran
![]() |
Photo by Ben Rosett on Unsplash
|
Tanpa terasa sudah lebih dari 50 hari aku menjadi pengangguran. Aku seolah mengambang dalam balon transparan yang terbang ke sana kemari, namun tidak menapak ke tanah, pun menyentuh langit.
Aku merasa seperti hidup dalam dimensi terpisah dari orang-orang sekelilingku. Aku hidup dengan mengamati bagaimana orang-orang di sekitarku menjalani rutinitas harian yang tak jauh-jauh dari: bangun pagi, terjebak macet pergi-pulang kerja, meeting tak berkesudahan, kerjaan yang selalu menumpuk, kejar-kejaran dengan deadline, lembur, merasa lelah dan selalu menunggu akhir pekan tiba, namun kemudian mengulangi lagi rutinitas tak menyenangkan itu keesokan harinya.
Sementara aku memiliki 24-jam penuh untukku sendiri yang
bebas aku gunakan suka-suka, tanpa deadline,
tanpa tuntutan apa-apa. Aku si pemilik waktu punya kuasa penuh bagaimana aku
menghabiskannya tanpa terikat dengan pihak lain.
Bisa dibilang, aku berada pada titik paling
menyenangkan dalam hidupku. Pernah suatu hari, sambil berjalan kaki untuk
pulang, aku menatap langit yang kebetulan saat itu cerah sekali, dan tanpa
sadar aku pun tersenyum, berpikir “betapa
bahagianya aku saat ini”.
Aku melakukan hal-hal yang aku suka: membaca dan menulis.
Aku kembali pada hobi lamaku bermain dengan kertas dan cat warna-warni. Aku
banyak tidur. Aku menonton drama. Aku belajar. Aku aktif berorganisasi. Semua
menyenangkan.
Menjadi pengangguran 3 tahun lalu, dengan menjadi
pengangguran setelah 3 tahun bekerja, benar-benar berbeda.
Dulu, aku tak punya pilihan selain menjadi pengangguran. Gelar
pengangguran adalah beban dan aib, yang tak boleh lama-lama disandang. Fokusku
adalah mendapatkan pekerjaan secepatnya agar bisa naik kelas dari pengangguran
menjadi orang kantoran.
Namun saat ini, menjadi pengangguran adalah sebuah pilihan
yang aku buat dengan sadar, dengan segala konsekuensi yang sudah dipikirkan
matang-matang: berapa lama akan menjadi pengangguran, bagaimana mengatur
keuangan, memikirkan masa depan, dll. Bisa dibilang, saat ini aku sudah punya
strategi menjadi pengangguran yang baik dibanding 3 tahun yang lalu.
Aku merasa satu tingkat lebih tinggi dari mereka yang tetap
bertahan pada sesuatu yang tidak mereka sukai, tanpa punya keberanian untuk
mengakhiri, karena kekhawatiran akan masa depan yang tak pasti.
Aku bisa saja tetap bekerja di tempat yang lama sembari
mencari pekerjaan baru, namun aku memilih kembali menjadi pengangguran.
Mengapa? Apa aku tak
takut kehabisan waktu?
Jawabannya sederhana: karena aku ingin lebih menghargai
diriku.
Aku ingin memberi penghargaan kepada diriku yang telah berjuang mencari pekerjaan, kemudian melakukan
pekerjaan yang bukan passion-ku
selama bertahun-tahun.
Aku ingin diriku rehat sejenak, mengambil jeda, bernapas
dengan udara bebas tanpa tekanan.
Aku ingin membuktikan pada diriku, bahwa aku punya pilihan. Tak
perlu memaksakan hidup penuh sesak dalam kotak tuntutan pekerjaan yang tak kusukai.
Meski sejujurnya aku pun masih buram dengan masa depan.
Namun pengalaman sebelumnya telah mengajarkanku bahwa masa depan bukan sesuatu
yang bisa digenggam. Ia hanya bisa diusahakan, dengan hasil yang bisa jadi jauh
dari harapan. Hampir semua rencana masa depanku lari dari rancangan, maka dari
itu aku berusaha hidup untuk berjuang semampuku, dan membiarkan hidup menggiringku
pada hal-hal menakjubkan yang tak terbaca di masa depan.
Mungkin karena kebanyakan baca buku petualangan dan fantasi,
aku jadi lebih memilih untuk menunggu kejutan-kejutan dibandingkan memprediksi
masa depan dengan akurat. Bukankah mendapat kejutan selalu menyenangkan?
Dan menjadi pengangguran juga memberiku kesempatan untuk
berpikir apa sebenarnya yang sebaiknya aku lakukan.
Di usia segini, masih
mencari jati diri?
Lantas kenapa? Tak ada undang-undang yang mengatur bahwa di
usia segini harusnya aku telah begini dan begitu. Apabila kalian mengalami
masalah yang sama denganku, jangan bersedih. Ada orang yang ditakdirkan punya
garis hidup yang lurus serupa jalan tol untuk mencapai tujuannya. Ada orang
yang hidupnya naik turun seperti mendaki bukit dan lembah. Ada juga yang
mungkin harus putar-putar di labirin, tersesat, mencari lagi, salah lagi, coba
lagi, sampai menemukan jalan keluar. Analogi yang terakhir adalah bagaimana aku
menjalani hidup.
Aku sempat menyesali banyak hal. Sering mengeluh mengapa aku
tak punya hidup semulus jalan tol. Atau walau harus mendaki dan menurun, setidaknya
berujung pada satu titik. Sementara terjebak dalam labirin artinya kita tak
punya gambaran di sebelah mana jalan keluar. Butuh waktu yang lama untuk
menemukannya. Namun tak masalah, selagi kita tidak berdiam diri di satu tempat,
pasti nanti akan bertemu juga.
Dulu, aku selalu merasa gagal dan tertinggal dibanding
teman-teman seusiaku. Kini, setelah kembali menjadi pengangguran, aku lebih
berpikir jernih tentang “Bagaimana segala
sesuatu sudah ada waktunya masing-masing”. Aku lebih santai menjalani
hidup, meski aku-belum-seperti-mereka. Aku punya jalan hidupku sendiri, dan
hanya aku yang bisa menemukannya, bukan mereka. Maka, lebih baik aku fokus pada
diriku sendiri dibanding hidup mereka.
Namun aku juga menyadari bahwa hidup adalah roda yang akan
terus berputar dan tidak mungkin bertahan di tempat yang sama. Kebahagiaan yang
aku rasakan saat ini tentu sifatnya sementara.
Hidup tanpa batasan untuk jangka waktu yang lama juga bisa
jadi bumerang: menjadi malas, kehilangan arah, kebingungan tanpa tujuan.
Aku juga akan merindukan rutinitas harian yang padat, punya
kantor dan kerjaan yang padat, hidup dalam kejaran deadline dan tugas yang
menumpuk. Seperti balon yang tak selamanya mengawang, akan ada masanya pecah
dan aku harus kembali pada dunia nyata.
Namun saat ini, aku ingin menikmati waktu kosong yang aku
miliki sebaik mungkin, sebelum nanti kembali menjalani kehidupan seperti
orang-orang pada umumnya.
-110319-
16:46 WIB
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusAccording to Stanford Medical, It is indeed the ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh 19 KG lighter than we do.
BalasHapus(And actually, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some secret diet and really, EVERYTHING around "HOW" they are eating.)
BTW, I said "HOW", and not "WHAT"...
TAP this link to find out if this short quiz can help you unlock your real weight loss possibilities