(Book) Unforgettable
By: Winna Efendi
Ini adalah sepenggal
kisah dari sang waktu tentang mereka yang menunggu. Ditemani krat-krat berisi
botol vintage wine yang berdebu. Kisah mereka yang hidup dalam
penantian dan bertemu cinta.

Sementara lelaki itu adalah
seorang pengunjung tetap. Datang setiap malam pukul 9 kurang lima menit.
Kemudian berlalu saat jam menunjukkan angka 11. Ia selalu memesan Gabarnet
Sauvigon, cukup satu gelas. Ia tidak
menyentuh gelasnya sama sekali, hingga saat ia akan pulang. Meneguknya pelan
dan meninggalkan selembaran limapuluh ribuan di bawah gelasnya tadi.
Tak
dinyana, mereka ternyata punya ketertarikan sama satu sama lain. Selalu bertemu
setiap hari dengan kondisi yang persis sama membuat muncul riak-riak pertanyaan
dalam diri mereka. Perempuan itu tertarik dan tak pernah bisa melepaskan
pandangannya terhadap si lelaki. Bahkan tanpa sadar ia selalu menunggu
kedatangan lelaki itu tiap hari.
Begitu
pun si lelaki. Seiring dengan kemelut pikiran akan rutinitasnya sehari-hari,
keberadaan perempuan itu menjadi suplemen sendiri untuk tak pernah absen datang
ke Muse. Ia selalu penasaran dengan apa yang dilakukan si perempuan, dan kenapa
dia ada di situ.
Hingga
suatu hari, pandangan mereka bertemu. Detik itulah yang kemudian menyeret
keduanya dalam pusaran kisah baru. Hampir setiap malam mereka habiskan untuk
bercerita. Tentang kenangan masa lalu yang sendu dan masa depan yang abu. Tentang
keluarga, cinta, impian, dan harapan yang kandas. Tak ada alasan pasti dan
tidak ada pula benang merah yang mampu menjawab kenapa keduanya bisa saling
terbuka, saling berargumen, dan berdiskusi. Pasalnya, keduanya adalah makhluk
yang lebih suka memendam semua cerita dalam diri masing-masing. Saat bersama,
keduanya seakan berada di dunia mereka sendiri, tanpa ada yang bisa memasuki.
Tapi mereka tak peduli dengan masa kini.
Karena mereka hanyalah orang-orang yang bertemu di perjalanan, entah mengapa
dan tidak perlu tahu mengapa. Ditemani gelas-gelas wine yang selalu punya makna dalam setiap kisah mereka.
Perempuan
itu bercerita tentang kehidupan cinta pertamanya. Sosok Remy yang telah
menemaninya dari sekolah dasar hingga akhirnya meninggal pada usia 18 tahun,
akibat kanker yang dideritanya. Remy sangat gemar menulis, terutama
cerita-cerita detektif. Karena itulah, si perempuan tak lagi mampu membuka
hatinya dengan pria mana pun. Ia juga tak pernah menyebut nama Remy pada siapa
pun, hingga lelaki itu tiba.
Ia lalu hanya mengisi hidupnya dengan
melanjutkan cerita Remy yang tak sempat selesai, dan menggunakan nama Remy
dalam setiap kisahnya yang lain. Baginya, seperti itulah cara dia tetap
menghidupkan Remy dalam kehidupannya. Karena sesungguhnya ia memang tidak
pernah bisa melupakan Remy.
Sementara bagi lelaki itu,
kehidupannya kini hanyalah sebuah rutinitas membosankan yang sama sekali bukan
dirinya. Ia tak pernah bisa keluar dari zona nyamannya. Padahal, ia yang nyata
adalah seorang petualang, berkelana dari satu negara ke negara lain tanpa
beban. Seorang gitaris yang mampu membuai siapa pun dengan getaran dawainya.
Hanya saja, semua itu harus membeku dalam hatinya, mengingat paksaan ayahnya
untuk menjadi seorang pebisnis. Begitu pun dengan kisah cintanya. Ia telah
diikatkan hatinya dengan seorang wanita yang sebenarnya tidak memiliki cacat
apa pun, tapi tetap tidak bisa membuatnya nyaman. Senyaman saat ia bersama
perempuan dengan aroma arbei yang khas.
Begitulah malam-malam yang
kemudian mereka habiskan berdua. Hingga suatu saat mereka dihadapkan pada
kenyataan pahit, mengharuskan mereka tersadar dan kembali pada kehidupan
masing-masing. Lelaki itu, menghamili tunangannya. Keduanya dilanda kegalauan.
Mau tidak mau, mereka harus memilih. Padahal, iklim nyaman terlanjur
menyelimuti mereka. Diiringi perasaan lain yang tumbuh dalam hati mereka.
Sesuatu yang ganjil bagi mereka yang sama sekali tak kenal nama masing-masing.
Pada akhirnya, mereka memilih untuk berpisah, mengakhiri malam-malam itu. Hidup
kembali di jalan masing-masing.
Satu lagi karya manis karangan
Winna Efendi dengan tema cinta. Ceritanya kali ini cukup unik dan berbeda
dengan karyanya yang lampau. Jika Ai dan
Refrain bercerita tentang
persahabatan yang berubah menjadi cinta, kali ini ia mengisahkan kisah cinta
dua orang yang tak saling mengenal namun menemukan kenyamanan satu sama lain.
Ini bukan kisah cinta biasa. Di dalamnya kita juga menemukan arti melupakan,
menemukan, melepaskan, juga tentang pencarian.
Alur penulisannya yang memukau membuat kita
seakan berada di Muse dan melihat kedua
tokoh utamanya bercengkerama. Selain itu, tidak terdapat banyak karakter dalam
novel ini. Pemilihan lokasi kejadian juga hanya berada di Muse, meskipun di bagian akhir mereka sempat keluar dan pergi ke
tempat lain.
Winna tak hanya memfokuskan
ceritanya pada sudut pandang satu tokoh. Kisah perempuan dan laki-laki
ditampilkan secara selang-seling. Pendeskripsian yang sangat baik membuat
pembaca akan terbuai dengan rangkaian kata-katanya yang tak menggunakan diksi
biasa. Ditambah lagi, Winna melengkapi keindahan novelnya dengan pesan-pesan
moril serta filsafah-filsafah yang penuh makna dan tak pernah terpikirkan
sebelumnya.
Pemilihan judul bab juga menarik.
Beragam jenis wine dalam daftar menu Muse
merangkap sebagai daftar isi. Sehingga setiap kisah yang diuraikan tokoh utama
dalam tiap bab selalu dikaitkan maknanya dengan jenis wine yang menjadi judul babnya.
Misalnya pada bab Eswein yang bercerita tentang cinta.
Perempuan itu mengungkapkan cinta seperti segelas Eiswein. Kesan pertama saat
meminumnya selalu manis, dan setelah diteguk habis rasanya tersisa untuk waktu
yang sangat lama, baik itu pahit atau manis.
Bisa dibilang kisah yang
ditampilkan sederhana dan seakan nyata. Rangkaian kehidupan tokoh dirangkai
sendiri oleh pembaca melalui cerita-cerita kisah masa lalu tokoh. Sehingga
tidak ada alur yang jelas dalam cerita ini, karena menggunakan alur maju
mundur. Begitu pun dengan keterangan waktunya. Namun, kisah ini ditutup dengan
sesuatu di luar prediksi. Akhir yang haru namun tetap indah.
Meskipun begitu, penggunaan
kata-kata kiasan hampir di keseluruhan novel membuat pembaca yang tidak begitu
terbiasa dengan jenis cerita seperti ini kewalahan. Mereka akan berpikir lebih
panjang untuk mencerna maksud si pengarang, sehingga kesan manis dan menyentuh
yang ingin disampaikan si pengarang tidak didapatkan. Memang, novel ini
didedikasikan bagi mereka pencinta novel roman nan puitis, atau tipe manusia
yang melankolis.
Secara
keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca dan meninggalkan kesan yang
dalam. Efek sendu akan sangat terasa seusai membacanya. Cocok untuk menemani
malam-malam lelah setelah beraktivitas ataupun bagi yang mengalami insomnia,
karena baik untuk pengantar tidur.
Tulisan ini pernah dipublikasikan di www.suarausu.co
Komentar
Posting Komentar