Syukuran Dua Enam


Tepat saat aku menulis ini, sudah 26 tahun dan 30 hari aku hidup ke dunia. Bagaimana rasanya menjadi dua enam? Lega. Aku merasa sangat lega. Meski sejujurnya, saat memasuki tahun 2018, aku cukup panik menghadapi kenyataan bahwa aku akan berumur dua enam, sebuah angka yang harusnya sudah melewati quarter life crisis, meskipun kenyataannya belum.

Masih banyak hal yang harusnya dilakukan tapi belum terlaksana, yang harusnya tercapai tapi tidak ada progress apa-apa, dan lain lain dan lain lain. Aku juga membaca lagi tulisanku saat baru mencapai umur dua lima, dan kebanyakan segala yang aku keluhkan masih sama.

Tapi ketika waktunya berumur dua enam itu tiba, entah kenapa aku merasa sangat lega. Seolah segala ikatan harusnya-kamu-sudah-begini-dan-begitu-di-umur-dua-enam itu lepas sepenuhnya. Aku tak lagi peduli. Karena toh tak ada yang bisa aku lakukan selain berusaha dan berdoa, dan hidup juga tak pernah mewajibkan kita untuk harus menjadi sesuatu pada umur tertentu.

Aku juga menyadari, betapa seringnya aku berkesah melalui tulisan-tulisanku, menyuarakan depresi yang aku alami dan terlalu fokus pada hal-hal yang tak aku miliki.

Maka saat baru memasuki umur dua enam ini, aku ingin mengubah keskeptisanku terhadap hidup, juga kerendahdirianku terhadap diri sendiri. Aku ingin berbagi hal-hal yang aku syukuri yang selama ini tak sempat aku bagi.

Aku bersyukur, masih memiliki orang tua yang sehat, yang tidak terlalu banyak menuntutku macam-macam, dan selalu menyemangatiku untuk segala hal yang aku lakukan sembari menasehatiku sesekali tanpa mendikte.

Aku bersyukur, meskipun jauh dari orang tua, aku tinggal berdekatan dengan saudara-saudaraku dan setahun terakhir kami banyak sekali menghabiskan waktu bersama, seolah menjemput momen-momen masa kecil yang hilang karena sibuk mengejar cita-cita.

Aku bersyukur, masih memiliki pekerjaan yang tidak terlalu menekan, juga sesekali memberiku kesempatan jalan-jalan ke tempat-tempat yang tak pernah aku bayangkan.

Aku bersyukur, masih dikelilingi orang-orang yang mau menjadi temanku. Teman-teman lama yang meskipun jarang bersua tapi selalu ada. Juga orang-orang baru yang datang untuk kemudian menjadi teman. Orang-orang ini selalu punya hal-hal yang tak aku miliki, seolah dikirimkan oleh Tuhan semata agar aku belajar lebih banyak dan mengadopsi hal-hal baik dari mereka agar aku bisa berubah menjadi lebih baik.

Aku bersyukur, masih diberi kesempatan untuk mempelajari hal baru demi membunuh waktu.
Aku bersyukur, akhirnya, di umurku yang dua enam, aku bertemu dengan seseorang yang selama ini aku butuhkan. Seseorang yang bisa mengimbangiku dalam banyak hal. Seseorang yang bisa menjadi teman dalan berbagai keadaan.

Aku bersyukur, masih menjadi diriku yang gemar mengamati diri sendiri, mempelajari hal baik dan hal buruk dari diriku, dan selalu berusaha berproses dan membuat progress untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa. Juga tak lelah mensugesti diri sendiri, bahwa aku bisa, aku juga berharga, dan bahagia seperti mereka.

Kini, aku memasuki babak baru lagi. Kini, mata dan pikiranku lebih terbuka tentang bagaimana harusnya aku bersikap dan menjalani dunia. Selamat tinggal krisis umur seperempat abad! 


And suddenly you know: It's time to start something new
 and trust the magic of beginnings.     
Meister Eckhart







Komentar

  1. Pengen jadi jutawan hanya dengan 20.000
    Ayo daftar dan mainkan gamenya ya boss
    Di Situs Judi Online Terpercaya seAsia
    dewalotto Link :
    dewalotto.club

    BalasHapus

Posting Komentar