Aku takut

Aku selalu takut saat malam tiba. Aku takut untuk menutup mata dan pergi sejenak dari dunia nyata ini. Aku takut dengan mimpi-mimpi itu. Aku takut dengan masa lalu itu. Aku tidak mengingatnya dengan sengaja, namun selalu saja berkelabat dalam fikiranku. Tentang aku, tentang kau dan tentang dia. Aku takut.

***

Aku tak pernah menyangka kau akan hadir dalam kehidupanku. Bagiku, kau layaknya bintang yang hanya dapat dinikmati indahnya, tanpa bisa untuk dimiliki. Namun ternyata aku salah. Bintang itu jatuh, dan mengabulkan permintaanku. Kau ada disini, didekatku, dalam dimensi tempat dan waktu yang sama. Meskipun aku tau, hanya ada dia yang difikiranmu dan tak pernah sekali pun kau luput menyebut namanya. Namun bagiku tidak apa-apa, asalkan kau disini, bersamaku. Sudah cukup.
Namun bayangmu semakin nyata. Saat bulan sedang purnama, kau datang padaku dengan hati yang hancur berkeping-keping, dengan langkah yang terseok-seok, mengemis akan hatiku, dengan sejuta janji indah demi mengetuk jiwaku. Dan aku percaya.
Perlahan-lahan ku rangkai lagi indah hatimu, meskipun sesekali aku ragu. Namun kau berhasil meyakinkanku. Perasaan itu akhirnya membuncah, seiring dengan hadirmu yang semakin tak bisa lepas dari hadirku. Aku sudah mulai terbiasa, denganmu, dan semua cerita itu.

***

I'm all alone..
Aku akan melakukan berbagai cara untuk mengalihkan fikiranku agar bisa tidur dengan tenang. Dan saat aku sudah berhasil untuk itu, semuanya malah muncul dalam mimpi. Ada aku, ada kau dan ada dia. Aku tak bisa lari. Kemanapun aku melangkah, aku selalu merasa dihantui oleh kenangan-kenangan itu. Aku takut.

***

Tapi tetap saja pernah ada cerita antara kau dan dia, yang jauh lebih bermakna dibandingkan cerita kau dan aku. Dan saat malam tak lagi purnama, saat bintang tak lagi berdansa, sambil kau hapuskan air mata, kau beranikan diri berkata,
“Lanjutkan hidupmu tanpa diriku, telah ku temukan jantung hatiku.. yang sudah terjadi harus terjadi, mungkin tak denganmu ku bagi hati….”
Aku hanya mampu termangu, tak tau harus berkata apa. Tanpa rasa dosa kau mengucapkan semuanya. Menyatakan bahwa ternyata tak ada hati untukku. Lalu, apa yang terjadi selama ini ?? Semuanya terasa begitu cepat, bahkan belum sampai pada saat purnama bersinar lagi. Aku benar-benar tidak percaya. Sedih, marah, benci, remuk, semuanya berkecamuk dalam hatiku.
“Jangan lagi kau sesali keputusanku, ku tak ingin kau semakin kan terluka… Tak ingin ku paksakan cinta ini, meski tiada sanggup untuk kau terima…”, lanjutmu.
Dengan air mata yang tak kunjung reda, aku hanya mampu memandangi punggungmu yang perlahan meninggalkanku.

***

Aku menangis, tentu saja. Hampir setiap malam, air mataku tak pernah lelah untuk mengalir. Aku takut untuk sendiri. Bayangan-bayangan itu selalu menyeruak dalam kesendirianku. Aku tak tau harus bagaimana. Aku tak pernah bisa lari dari bayangan-bayangan itu. Dari bayanganku, bayanganmu, dan bayangannya. Aku takut.

***

Dan setelah itu, aku telah lupa bagaimana caranya tersenyum. Hidupku layaknya mayat yang masih bisa berjalan. Aku, hanyalah sebatas pelampiasan, yang merangkai hatimu dengan penuh hati-hati, lalu hati itu dibawa lagi pergi. Tanpa sisa untukku. Dan aku benar-benar tidak menyangka, saat purnama kembali berwarna, kau dan dia bercumbu dan tertawa bahagia dibawahnya. Kau dan perempuan ayumu kembali mengukir cerita, menghempaskanku begitu saja dan membiarkannya. Seakan-akan aku tak pernah ada.
Kali ini, hatiku yang hancur berkeping-keping, berjalan sendiri dengan langkah yang terseok-seok, mengemis akan hatimu, dengan menagih sejuta janji indah yang pernah kau ucapkan. Namun apa daya, semuanya tetap hampa.
Dan saat malam itu kembali purnama, dan bintang mulai berdansa, aku hanya mampu berkata,
“Mau tak mau ku harus melanjutkan yang tersisa, meski semua telah berbeda dan tak akan pernah ada yang sama.. Semoga angin berhembus, membawakan mimpi baru.. meski ku tau takkan pernah ada yang dapat mengganti keindahannya…”

***

Sudah berganti hari, bahkan musim. Namun tetap saja malam-malamku selalu kelabu. Selalu takut dengan kenangan-kenangan yang masih terasa nyata. Aku benar-benar terpuruk. Terkubur dalam kesedihan yang amat gelap, dengan luka hati yang tak kunjung reda. Aku takut dengan apa yang terjadi esok hari bila aku menutup mata malam ini. Aku takut akan ada kesedihan berikutnya dalam hidupku. Aku takut berharap. Aku, dirimu, dirinya memang tak akan pernah mengerti tentang suratan. Namun, aku takut untuk bermimpi lagi. Aku takut.
“Yang engkau buat.. sungguhlah indah, buat diriku susah lupa….”

***

(Terinspirasi dari lagu-lagu mellow yang mengiringiku di malam yang sangat dingin ini, 120711 12:32 am)

Komentar