2024
Jujur saja, dua ribu dua empat adalah tahun yang berat. Banyak hal-hal yang menyenangkan, tapi tidak bisa benar-benar aku nikmati dengan senang, karena ada yang hilang. Lebih banyak hari dengan menangis, memikirkan masa lalu, berpikir seandainya ada pilihan-pilihan yang bisa diubah sebelum menjalani kenyataan yang sulit saat ini. Tapi ada juga hari-hari di mana aku dipenuhi kesadaran, bahwa garis hidup adalah kuasa Tuhan, dan yang bisa dilakukan hanya menjalani dan berdoa, karena semua hanya sementara.
***
Tahun ini, setahun penuh aku menjadi Ibu di Rumah Saja. Membersamai Kina 24/7 dengan segala dramanya. Paruh pertama dipenuhi dengan masalah makan dan tidur (yang memang berkesinambungan): sulit makan hingga tinggi seret, sulit tidur hingga terbangun berkali-kali sepanjang malam yang membuatku tidak bisa tidur nyenyak - mood jadi berantakan dan turun berat badan. Paruh kedua memasuki masa menyapih, yang ternyata tidak hanya sulit buat Kina tapi juga sulit buatku. Butuh sebulan penyesuaian, lalu Kina mulai masuk sekolah (cuma 2-3 jam sih), sebuah momen pendewasaan buat Kina yang selama ini selalu bersama keluarga. Syukurlah, menjelang akhir tahun, kehidupan Kina sudah memiliki ritme yang teratur, tidak lagi sulit makan, tidur dengan nyenyak, dan bisa beradaptasi dengan lingkungan baru di sekolah. Meskipun babak baru lainnya dimulai: masa-masa toddler yang sering tantrum jika keinginannya tak dipenuhi.
Tentu saja, yang makin membuat semua terasa sulit adalah, ketiadaan Fahmi di sisiku sebagai support system dan sosok Bapak untuk Kina. Di saat aku harus menjadi sosok tumpuan Kina, aku tidak punya sosok untuk aku jadikan tumpuan.
Ibarat tangki air, agar bisa mengalirkan air yang jernih untuk Kina, segala uneg-uneg yang buruk harus aku alirkan ke tempat lain, agar Kina hanya dapat yang baik-baik saja. Masalahnya, aku tak punya tempat mengalirkan hal-hal negatif itu, hingga harus memilah sendiri antara yang buruk dan yang baik, hingga tentu saja tak bisa sepenuhnya bersih. Beberapa kali aku burn out, meledak, marah - dan sayangnya Kina kecipratan semua itu. 😞
LDM adalah hal terberat yang aku alami tahun ini - sepertinya butuh laman khusus untuk menceritakan pendapatku tentang ini.
***
Tahun ini, setahun sudah aku balik ke rumah masa kecilku. Hal baiknya, ada banyak yang menjaga dan menyayangi Kina, hingga aku bisa melipir sejam dua jam untuk waktu sendiri. Hal kurang baiknya, aku jadi mengalami krisis identitas: terlalu banyak peran yang harus ku mainkan di satu rumah: sebagai anak, sebagai Ibu, sebagai saudara. Ditambah lagi tanpa kehadiran suami, kadang tak ada batasan peran yang aku mainkan di rumah, hingga jujur membingungkan. Ingin bebas karena merasa sudah dewasa, tapi masih tinggal di rumah orang tua hingga tentu harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan di rumah. Ingin menerapkan cara parenting untuk anakku sendiri, tapi aku juga seorang anak yang pernah dibesarkan dengan cara orang tuaku. Aku juga tidak bisa jujur untuk mengeluarkan semua pikiran dan emosiku, karena khawatir membuat orang tuaku khawatir, jadi sebisa mungkin bersikap baik-baik saja dan menunggu momen ngobrol dengan Fahmi untuk mencurahkan semua (itu pun kalau sempat).
***
Tahun ini, aku juga mulai belajar lagi, mengupayakan salah satu impian yang sudah tertunda bertahun-tahun. Mencari waktu belajar di tengah mengasuh Kina sungguhlah sulit. Tapi aku percaya, perjalanan yang pelan lebih baik daripada diam di tempat. Entah bagaimana hasilnya nanti, tapi setidaknya aku mencoba. Selama ini, ketakutan akan kegagalan selalu menghambatku mencoba sesuatu yang baru. Maka, kali ini aku ingin mencoba tanpa peduli bagaimana hasilnya.
***
Tahun ini, aku juga banyak sekali membaca buku. Aku tak punya banyak teman untuk ditemui, tak ada kegiatan di luar rumah, hingga bisa punya lebih banyak waktu untuk baca buku. Buku adalah teman paling baik yang selalu bisa menghiburku, menasehatiku, dan mengingatkanku akan hal-hal dasar tentang hidup. Aku menjunjung prinsip reading for pleasure tanpa membatasi apa yang mau aku baca, hingga kebanyakan aku baca fiksi, dan topiknya hampir mirip: emphaty, mindfulness, living life to the fullest, & death.
Tahun ini, setelah bertahun-tahun, aku hiatus dari Kumpulbaca selama enam bulan. Selama ini, Kumpulbaca adalah tempatku untuk relaksasi, untuk membaca dan bertemu teman baru. Namun ternyata mengurus Kumpulbaca dari kejauhan tanpa bisa terlibat langsung, sama sekali tidak menyenangkan, hingga aku memutuskan untuk rehat. Melihat Kumpulbaca dari sisi luar, memberikanku pandangan baru tentang apa yang perlu ditingkatkan, dipertahankan, dan tak perlu dilakukan.
Kerinduan akan suasana Kumpulbaca, membawaku untuk menginisiasi komunitas baca serupa di kotaku, bernama Pambaco Buku. Ternyata ekspektasiku berlebihan, tidak gampang mengumpulkan pembaca buku di kota kecil, beda dengan di kota besar yang menjadikan komunitas sebagai pilihan hiburan. Namun, satu demi satu orang hadir, meski setiap pertemuan baru dihadiri 3-4 orang, semuanya adalah kenalan baru, yang artinya masih ada harapan untuk komunitas ini bisa bertahan dan berkembang.
***
Sekian kisah hidupku tahun 2024.
Tahun ini, aku belajar arti keikhlasan; untuk mendapatkan sesuatu, harus rela melepaskan sesuatu, karena tidak mungkin bisa mendapatkan semua.
Aku belajar arti mensyukuri hal-hal kecil; meski berjauhan dari Fahmi, aku bisa bersama Kina terus menerus. Melihat tingkahnya, mencium aroma tubuhnya, mengelus rambutnya, mendengar tawanya; adalah hal-hal luar biasa yang tidak bisa digantikan dengan apapun.
Aku belajar arti takdir; bahwa Tuhan selalu tahu yang terbaik buat hambanya, dan semua sudah ditetapkan dengan sebaik-baiknya. Tinggal menjalani saja, harusnya tidak perlu dibikin susah, ya.
Tahun depan, mungkin tak akan banyak berbeda dengan tahun ini. Masih LDM, masih menjadi Ibu di rumah saja, masih tinggal di rumah orang tua, masih belajar, dan masih membaca buku. Aku tidak menetapkan target apa-apa, hanya berharap bisa menjalani hari dengan hari dengan baik dan tanpa penyesalan.
Komentar
Posting Komentar