Tahun 2020 & Perayaan Dua Delapan
Tahun 2020 – sebuah tahun yang semua serba tiba-tiba
· Tiba-tiba pandemi.
Aku tak pernah membayangkan akan hidup di masa di mana sebuah virus menyebar di seluruh penjuru bumi hingga orang-orang di berbagai belahan dunia juga mengalami apa yang aku alami. Semua dilarang kemana-mana dan bertemu siapa-siapa. Agar bisa hidup maka harus isolasi. Ada masa-masa di mana aku merasa hidup di kota mati.
Awalnya sulit, lama-lama terbiasa juga karena seakan diminta untuk memperlambat hidup dan fokus pada Tuhan dan diri sendiri, tapi lama-lama kemudian sangat bosan sekali hingga pelan-pelan mulai keluar rumah lagi meski dengan seperangkat alat dan aturan protokol kesehatan.
· Tiba-tiba pengangguran.
Setelah bekerja dari rumah, mengalami pengurangan gaji dan stres kerja yang tak tertahankan, kontrak kerjaku berakhir di masa pandemi dan tidak diperpanjang. Bingung juga harus senang atau sedih.
Meski memang sudah berniat resign, rasanya berat
juga karena belum ada pegangan dan harus hidup tanpa pemasukan di masa sulit.
Tapi di sisi lain lega juga karena sudah tidak tahan dengan segala drama
, terima kasih pada nasib yang membuatku tak perlu
bimbang dan langsung terbebas dengan stres kerjaan yang berlebih (meski dengan
segala konsekuensi).
Tiga bulan mencari pengharapan tanpa hasil, akhirnya aku pulang ke rumah untuk beristirahat dan menenangkan pikiran.
· Tiba-tiba seorang teman baik yang sudah lama tak bertukar kabar pergi begitu saja.
Terjadi di pertengahan tahun, kabar itu datang begitu saja di sebuah siang. Terakhir kali kami bertemu di tahun 2018 – dan hanya sesekali bertukar pesan di media sosial. Aku belum pernah mengalami kehilangan orang yang berada di lingkaran terdekatku, bisa dibilang ini adalah pengalaman pertama.
Sulit menjelaskan bagaimana perasaanku. Kepergiannya
mengingatkanku untuk menimbang kembali setiap keputusan-keputusan di hidupku
karena hidup hanya sekali, juga tidak menunda apapun yang ingin aku sampaikan
pada orang-orang terdekatku.
· Tiba-tiba dapat pekerjaan lagi.
Saat aku baru menikmati masa-masa beristirahat
tanpa tuntutan di rumah, aku dapat panggilan kerja ke Jakarta lagi. Sebuah
perusahaan rintisan baru, dengan posisi sesuai pengalamanku. Tidak banyak waktu
untuk mencerna, meski masih sangat ingin berada di dekat orang tua, aku
memasuki fase baru dalam kehidupan bekerjaku.
· Tiba-tiba pindah kosan
Sepertinya ini adalah momen paling emosional di tahun ini. Lima tahun hidup di tempat yang sama dan telah melewati berbagai masa selama merantau di Jakarta, akhirnya tiba juga momen untuk pindah dan hidup di tempat baru.
Namun sayangnya momen pindahan ini tidak sempat aku rayakan dengan emosional karena serba buru-buru (mengingat waktu yang mepet masuk kerja di kantor baru) hingga ketika semua sudah selesai tiba-tiba baru tersadar, babak baru kehidupanku di perantauan telah dimulai.
Perayaan Dua Delapan
Usia dua delapan aku sapa dalam kondisi pengangguran (lagi) – tapi dengan respon yang lebih santai dibanding saat pengangguran sebelumnya. Karena bukan yang pertama, aku sudah tau apa yang harus dilakukan, dan juga lebih percaya diri karena tau apa yang harus difokuskan.
Saat merayakan usia dua delapan, aku dikelilingi orang-orang yang aku kasihi; jalan-jalan singkat ke luar kota, tiup lilin yang diiringi lagu oleh penyanyi band kafe dan seluruh pengunjung (yang sejujurnya bikin malu juga), mendapatkan hadiah yang di luar dugaan (meyakinkanku bahwa aku ini dicintai), juga ucapan-ucapan hangat dari mereka yang jauh (baik secara fisik maupun secara waktu).
Ternyata, aku tidak pernah benar-benar sendirian.
Aku menyadari bahwa, aku dilahirkan sebagai lembaran putih, lalu selama dua puluh delapan tahun ini memberikan kesempatan orang-orang yang bersinggungan garis hidupnya denganku untuk meninggalkan jejak di sana; entah itu baik atau buruk, banyak atau sedikit, masih berbekas atau telah pudar. Entah dari mereka yang masih berhubungan hingga sekarang, atau yang sudah jadi masa lalu, atau hanya sekadar lalu.
Aku di usia dua delapan adalah hasil konstruksi dari segala pemikiran, sifat, dan pelajaran dari orang-orang tersebut.
Yang membuatku menyadari lagi bahwa aku ini spesial – karena aku yang sekarang adalah hasil campur tangan banyak manusia, tapi di sisi lain juga tidak istimewa – karena apa-apa yang aku miliki sekarang juga dimiliki orang lain, meski dengan kadar berbeda. Pun begitu juga dengan manusia lainnya.
Menakjubkan juga membayangkan begitu pentingnya arti orang-orang yang hadir dalam hidupku ini untuk menjadikan diriku yang sekarang, hingga kesimpulan yang aku garis bawahi adalah memilih dengan baik siapa yang berhak dan jejak apa yang bisa ditinggalkan dalam lembaran hidupku ke depannya, agar aku – seperti harapan di tiap tahunnya – menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
***
Demikianlah aku menghabiskan dan memaknai tahun 2020, sebuah tahun yang penuh hal-hal tidak terduga yang menjadi gerbang menuju hal-hal tak terduga di tahun-tahun selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar