Belajar Mencintai
![]() |
Photo by freestocks on Unsplash |
Aku tidak pernah punya kenangan mengenai cinta pertama yang manis dan berkesan karena aku pertama kali menyukai seseorang saat masih duduk di bangku putih-merah. Sungguh dini. Sejak saat itu, aku tidak pernah berhenti terhubung dengan lawan jenis.
Kisah selanjutnya, aku ‘disuruh’ oleh teman-temanku untuk dekat dengan teman sekelas waktu putih-biru. Tanpa paham apa yang harus aku lakukan, itu semua berakhir sebagai status semata. Kemudian, aku menyukai teman sekelasku yang lain hingga bertahun-tahun lamanya dan diketahui satu sekolahan. Sampai akhirnya terpisah, dan aku merasakan patah hati untuk pertama kali.
Lalu aku sempat dekat dengan teman sekelas yang bahkan tidak pernah bertukar cerita sebelumnya, dan ternyata itu hanyalah sebuah taruhan. Betapa menyedihkan.
Menginjak SMA, aku menjadi bucin pada seorang senior, yang untuk pertama kalinya membuatku merasa diterima. Hubungan itu tidak pernah punya nama. Tapi aku menikmati setiap masa yang kuhabiskan saat mengenalnya karena aku jadi tahu berbagai macam perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Setahun, dua tahun, hingga hampir sepuluh tahun, hidupku hanya tentang dia.
Kala aku mulai jengah dengan hubungan tanpa arah, aku ‘dipaksa’ untuk dekat dengan seniorku saat kuliah, yang kuiyakan karena segan oleh desakan-desakan. Saat aku mulai bisa menerima, aku ditinggalkan begitu saja. Sejak saat itu, aku tidak percaya lagi pada segala romansa.
Perlu dicatat, aku ini adalah orang yang sangat loyal saat menyukai seseorang. Aku bisa melakukan apa saja, bahkan yang di luar logika untuk mengekspresikan perasaanku. Aku selalu berusaha keras agar bisa diterima dan meninggalkan kesan. Susah suka tapi lebih susah lagi untuk lupa.
Hubungan yang tidak berjalan dengan baik sejak aku mengenal rasa suka, pada akhirnya membuatku juga tak percaya pada diri sendiri bahwa aku layak dikasihi. Rasanya semua sia-sia.
Aku tidak lagi membuka hati untuk orang baru dan berusaha menahan diri bila menemukan seseorang yang kusukai.
Kalau dipikir-pikir sekarang, aku kasihan juga dengan diriku yang dulu. Apalagi saat aku membaca buku harianku di masa lalu (ya, semua kisah di atas terarsip lengkap seperti di gambar), aku jadi geli sendiri membayangkan bagaimana hari demi hari ku jalani hanya dengan memikirkan mereka. Aku tak punya motivasi untuk diriku sendiri, waktu dan tenaga aku dedikasikan untuk kisah cinta.Tapi begitulah caraku menemukan cara untuk belajar mencintai diriku sendiri lebih banyak lagi. Menumbuhkan perasaan berharga dari sudut pandang orang lain hanya meninggalkan kekosongan, karena aku sendiri tidak tahu rasanya mencintai diri sendiri, bagaimana orang lain bisa?
Aku mulai hidup untuk memenuhi ekspektasi diri sendiri, berubah untuk kebaikan diri sendiri, menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri, berusaha mengenal sebaik-baiknya diri sendiri.
Bukan tugas yang mudah tentunya, dan mungkin butuh seumur hidup untuk mengerjakannya. Kadang lucu juga,
bagaimana orang-orang yang berhubungan dengan kita lebih paham mengenai
sifat-sifat kita, daripada kita yang meghabiskan 24 jam bersama tubuh ini.
Hingga pada satu titik aku sadar, aku harus mencintai diriku sendiri lebih besar dari siapapun yang akan mencintainya nanti. Dengan begitu, aku tidak akan pernah kecewa dan merasa ditinggalkan, karena aku sudah cukup dengan diriku sendiri.
Always remember, you are enough!
***
p.s: tujuh tahun dan berbagai usaha mencintai diri sendiri kemudian, akhirnya aku menemukan teman bercerita yang tepat untukku. Kisahnya terlalu istimewa untuk digabung dengan kisah-kisah di atas. (:
(251020)
1:36 am
Komentar
Posting Komentar